Patung Legenda Putri Mandalika di Lombok (Foto: Okezone)

JAKARTA, iNews.id - Legenda putri Mandalika asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), menarik untuk dibahas. Mendengar kata Mandalika, mungkin langsung terbesit di kepala, yaitu lintasan balap MotoGP dengan pemandangannya yang mengagumkan.

Namun, di balik nama sirkuit Mandalika tersebut dan  keindahan itu semua terdapat legenda tak kalah menarik yang dapat ditemui di Pulau Lombok, yaitu legenda Putri Mandalika, yang kini menjadi tradisi Bau Nyale.

Tradisi Bau Nyale merupakan acara adat untuk mencari binatang cacing yang ada di laut dan dipercaya masyarakat Lombok sebagai jelmaan Putri Mandalika. Penasaran dengan legenda selengkapnya? Berikut ini penjelasannya.

Legenda Putri Mandalika Cerita Rakyat Asal Lombok

Alkisah pada zaman dahulu, hiduplah seorang putri nan cantik rupawan bernama Putri Mandalika. Dia merupakan putri dari raja ternama di Lombok, dari Kerajaan Sekar Kuning.

Putri Mandalika terkenal memiliki paras cantik serta sikapnya yang santun dan lemah lembut. Sehingga berita tentang kecantikan dan kebaikan hati dari Putri Mandalika ini menyebar dengan cepat sampai ke pelosok negeri kala itu.

Keistimewaannya tersebut, membuat banyak pangeran dan pemuda yang datang untuk memperebutkannya dan ingin mempersunting putri cantik ini. Kemudian sang Raja menyerahkan semua keputusan kepada putri Mandalika terkait hal tersebut.

Putri Mandalika akhirnya memutuskan pergi melakukan ritual bersemedi untuk mencari petunjuk dalam memilih yang terbaik dari semua lamaran para pangeran dan pemuda yang akan diterimanya.

Sepulang dari bersemedi, Putri Mandalika mendapatkan petunjuk (wangsit) untuk mengundang dan mengumpulkan seluruh pelamar yang ingin meminangnya. 

Setelah itu, Putri Mandalika mengundang seluruh pangeran dan pemuda pada tanggal ke-20 bulan ke-10 pada penanggalan suku sasak (masyarakat yang mendiami pulau Lombok disebut sebagai masyarakat suku sasak).

Putri Mandalika mengundang semuanya untuk berkumpul di pantai Seger (dekat Pantai Kuta, Lombok) pada waktu pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang.

Di saat semua sudah berkumpul alih-alih memilih seorang pangeran, Putri Mandalika justru memutuskan untuk tidak memilih siapapun di antara mereka dan menerima semua lamarannya. Hal ini dilakukannya karena rasa cintanya yang besar kepada masyarakat dan ingin semua hidup dalam kerukunan dan kedamaian kedamaian pulau tidak rusak karena persaingan. 

Alasannya, jika dia menerima lamaran dari salah satu pangeran atau pemuda saja, akan terjadi perselisihan. Pengumuman tersebut membuat peserta terheran-heran. Selanjutnya, putri menjatuhkan diri ke laut dan hanyut ditelan ombak. 

Melihat kejadian itu, para peserta berusaha mencari putri Mandalika, namun tidak ada yang bisa menemukannya. 

Sumber dari kemendikbud menyebutkan, setelah Putri Mandalika menjatuhkan diri ke laut, lalu muncul binatang-binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak dan berwarna warni. Binatang tersebut menyerupai cacing yang amat panjang. 

Dalam cerita itu, dipercaya binatang tersebut merupakan jelmaan dari Putri Mandalika dan masyarakat setempat menyebutnya Nyale. Perbuatan putri sangat dikenang masyarakat Lombok. 

Setelah kejadian itu, dibuat upacara Nyale atau Bau Nyale, yang dilakukan pada Februari hingga Maret, setiap tahunnya.

Tradisi Bau Nyale di Lombok

Dikutip dari kemendikbud, Tradisi Bau Nyale terdiri dari dua suku kata, yakni "Bau" dalam bahasa Indonesia artinya menangkap dan "Nyale" merupakan cacing laut yang tergolong jenis filum annelida. 

Sehingga secara harfiah, tradisi ini berarti menangkap cacing laut. Tradisi Bau Nyale merupakan salah satu tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Lombok Tengah sejak ratusan tahun silam. 

Awal mula tradisi ini tidak ada yang mengetahui secara pasti. Namun, berdasarkan isi babad sasak yang dipercaya oleh masyarakat, tradisi tersebut sudah berlangsung sejak sebelum abad ke-16. 

Tradisi ini berlangsung setiap tanggal ke-20 bulan 10 menurut perhitungan penanggalan tradisional Sasak atau sekitar bulan Februari bertempat di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah.

Tata Cara Tradisi Bau Nyale

Dikutip dari kemendikbud, prosesi tradisi Bau Nyale diawali dengan diadakannya sangkep wariga, yaitu pertemuan para tokoh adat untuk menentukan hari baik (tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan sasak) mengenai kapan saat Nyale ini keluar. 

Kemudian, dilanjutkan dengan pepaosan, yaitu pembacaan lontar yang dilakukan oleh para mamik (tokoh adat) sehari sebelum pelaksanaan tradisi Bau Nyale, bertempat di bangunan tradisional dengan tiang empat yang disebut dengan Bale Sakepat. 

Pembacaan lontar dilakukan dengan menembangkan beberapa pupuh atau nyanyian tradisional dengan urutan tembang antara lain, Pupuh Asmarandana, Pupuh Sinom, Pupuh Maskumambang dan Pupuh Ginada. 

Beberapa bahan yang dipakai dalam prosesi ini antara lain daun sirih, kapur, kembang setaman dengan Sembilan jenis bunga, dua buah gunungan yang berisi jajan tradisional khas Sasak serta buah-buahan lokal. 

Pada waktu dini hari sebelum masyarakat mulai turun ke laut untuk menangkap nyale, para tokoh adat akan menggelar upacara adat yang diberi nama Nede Rahayu Hayuning Jagad. prosesi ini para tetua adat Lombok berkumpul dengan posisi melingkar.  

Kemudian di tengah-tengah mereka diletakkan jajanan serta buah-buahan yang berbentuk gunungan. 

Demikian penjelasan mengenai legenda putri Mandalika dan tradisi Bau Nyale yang berkembang di masyarakat Lombok, NTB.


Editor : Kurnia Illahi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network