Terdakwa Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan memakai kemeja putih saat menghadiri persidangan tanggapan eksepsi oleh JPU, Rabu (16/6/2021). (Foto: iNews/Edy Irawan)

BIMA, iNews.id - Wakil Wali Kota Bima Feri Sofiyan kembali dihadapkan dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Bima Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (16/06/2021). Sidang tersebut terkait perkara pembangunan dermaga atau jetty tanpa izin di kawasan perairan laut Bonto, Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima. 

Sidang ketiga ini beragenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa melalui kuasa hukumnya, lantaran dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya Rabu (9/6/2021) dinilai kabur dan tak jelas. 

JPU dalam tanggapannya atas nota keberatan penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan bernomor registrasi perkara 46/R.Bima/eku.2/05/2020 dengan Perkara Pidana No.187/pid-sus/2021/PN.R.bi, dengan tegas menjawab terdakwa Wakil Wali Kota Bima bersama kuasa hukumnya tidak mengerti surat dakwaan. 

Hal itu disampaikan salah seorang JPU Ibrahim Khalil yang juga Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Bima di hadapan tiga majelis hakim. Dalam tanggapan eksepsi tersebut dijelaskan pula, surat dakwaan JPU dibuat dalam bentuk alternatif bukan berbentuk kumulatif. Dakwaan alternatif yaitu, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selan itu, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 109 huruf a UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang diubah dengan pasal 22 angka 36 UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Surat dakwaan itu dibuat secara cermat, jelas, dan lengkap, tidak seperti nota eksepsi terdakwa yang mengatakan bahwa dakwaan kita kabur dan tidak jelas," kata Ibrahim usai sidang. 

Dia menjelaskan terkait surat dakwaan bentuk alternatif. Dalam surat dakwaan ini, terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis. Lapisan satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini dapat digunakan bila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling dibuktikan.

"Dalam dakwaan alternatif meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutnya dan jika salah satu terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi," kata Ibrahim. 

Menurut Ibrahim, kuasa hukum Feri Sofiyan terkesan asal-asalan mengeluarkan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan tanpa mencermati lebih dulu. Dia menilai itu sama halnya mempermainkan nasib terdakwa dalam mencari keadilan dan kepastian hukum. Sebab, penyampaian kuasa hukum terdakwa dalam nota eksepsinya dapat memicu konflik vertikal maupun horizontal di tengah masyarakat, khususnya di Kota Bima.

"Penasehat hukum dalam nota keberatannya justru dengan mudah mengatakan terdakwa telah menjadi korban dari ketidakcermatan dan ketidaktelitian serta ketidak hati-hatian dari JPU dalam menentukan unsur delik pasal pidana terhadap terdakwa. Cara demikian ini jelas akan merugikan hak hukum terdakwa untuk melakukan pembelaan atas apa yang didakwakan kepadanya," katanya.

Menurut dia, merujuk pada nota keberatan pada beberapa poin lainnya, penasehat hukum tidak mengerti dengan bentuk-bentuk surat dakwaan dan sudah tidak relevan lagi menyampaikan di dalam eksepsinya karena sudah masuk dalam pokok perkara. Dalam nota eksepsi, JPU dianggap menempatkan pasal dan undang-undang yang sudah tidak berlaku lagi. 

Karena itu, JPU akan membuktikan semua pokok perkara berikut segala uraiannya dalam persidangan berikutnya. JPU akan menghadirkan saksi serta menunjukan bukti-bukti dan penjelasan lain yang dapat mengembalikan citra baik di mata publik atas eksepsi terdakwa dan kuasa hukumnya yang dinilai telah mencoreng intitusi. 

"Perlu saya pertegaskan lagi, bahwa terdakwa dihadapkan ke persidangan di pengadilan bukanlah ia dijadikan korban, namun bertujuan untuk mencari dan mewujudkan kebenaran dan keadilan karena terdakwa didakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat dakwaan kami penuntut umum," katanya.

Menanggapi tentang terdakwa yang saat ini telah mengantongi beberapa surat izin dari instansi terkait yakni di antaranya, izin lingkungan, izin usaha, dan izin mendirikan bangunan, JPU tak sedikit pun menanggapia dalam  tanggapan eksepsinya. "Iya kami tidak menanggapi hal itu karena tidak masuk dalam pokok perkara yang didakwakan," katanya. 

Pada persidangan berikutnya, JPU meminta atas keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum dapat ditolak secara keseluruhan oleh majelis hakim. Selain itu meminta majelis hakim dapat menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a, b Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena itu, surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara agar persidangan atas nama terdakwa Feri Sofiyan dapat dilanjutkan.

Sementara itu, setelah mendengar tanggapan eksepsi, majelis hakim yang diketuai oleh Y Erstanto memutuskan sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada persidangan berikutnya pada Rabu (23/06/2021). Agendanya putusan sela atas eksepsi terdakwa dan tanggapan eksepsi dari JPU.


Editor : Maria Christina

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network