MATARAM, iNews.id - Letugas Gunung Tambora dikenal sebagai peristiwa bencana gunung api paling dahsyah sepanjang masa. Gunung yang berada di dua kabupaten Nusa Tenggara Barat tersebut meletus hebat pada tahun 1815.
Gunung Tambora merupakan gunung api aktif di Pulau Sumbawa yang berdiri di antara 2 kabupaten, yakni Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Savana Nusa Tenggara bertajuk “Potensi Savana di Kawasan Gunung Tambora Pulau Sumbawa-Provinsi Nusa Tenggara Barat” disebutkan bahwa wilayah Gunung Tambora dan sekitarnya merepresentasikan beberapa tipe ekosistem. Contohnya hutan hujan tropis, hutan savana, dan ekosistem hutan musim.
Adapun jenis tumbuhan yang hidup di wilayah ini terdiri dari 103 famili. Jenis-jenisnya sangat beragam, ada cemara gunung, kemangi gunung, rajumas, ganitri, dan masih banyak lagi. Tak kalah dengan jenis tumbuhannya, fauna di kawasan Gunung Tambora juga beraneka ragam. Disebutkan dalam makalah tersebut, terdapat 21 spesies reptil, 46 spesies burung, dan 4 spesies amfibi di kawasan Gunung Tambora.
Tercacat, Gunung Tambora meletus hebat pada awal abad ke-19, tepatnya 5 April 1815. Letusannya diklasifikasikan supercolosal, mencapai level 7 dalam skala VEI (Volcanic Explosivity Index). Jurnal bertajuk “Tambora Sebuah Perjalanan Visual menyebut, letusan dahsyat Tambora menewaskan 84.000 jiwa dan menjadi peristiwa paling kelam dalam sejarah dunia modern.
Sampai saat ini, letusan Gunung Tambora tercatat sebagai salah satu bencana gunung berapi paling dahsyat sepanjang masa. Meletusnya Gunung Tambora menimbulkan banyak efek dan bencana alam lain, seperti hujan abu dan tsunami. Masyarakat yang berhasil menyelamatkan diri juga tidak bisa mendapatkan makan dan minum lantaran kerusakan lingkungan yang amat parah.
Bunyi letusannya terdengar hingga jarak 2.600 km. Sementara itu, hujan abunya mampu menjangkau wilayah lain yang berjarak 1.300 km dari puncak Tambora. Letusan Gunung Tambora juga menyebabkan iklim Bumi berubah. Bagian utara Bumi mengalami penurunan suhu hingga 0,7 derajat Celsius. Area dengan radius 600 km dari Gunung Tambora berada dalam keadaan gelap selama 3 hari.
Letusan Gunung Tambora juga menyebabkan peristiwa a year without summer di kawasan Amerika Utara dan Eropa. Musim panas di tahun 1816 itu tidak seperti musim panas biasanya.
Di New England, salju turun. Suasana suram dan hujan dingin turun dialami di seluruh Eropa. Dingin, gelap, terjadi badai. Kondisi ini sama sekali tidak seperti cuaca musim panas yang khas. Akibatnya, 1816 dikenal di Eropa dan Amerika Utara sebagai "Tahun Tanpa Musim Panas."
Letusan Gunung Tambora Vs Krakatau
Menurut Gubernur Hindia Timur yang kala itu menjabat, Thomas Stamford Raffles, suara letusan yang berasal dari Gunung Tambora diikuti dengan suara gemuruh dan terdengar hingga ke daerah-daerah lain. Sebut saja Sulawesi, Maluku, hingga Jakarta (dahulu bernama Batavia). Suara letusan dan abu vulkanik tersebut baru usai pada tanggal 12 April 1815. Dari peristiwa itu maka warga mulai meningkatkan kesadaran bencana.
Banyak pihak yang kemudian membandingkan letusan Gunung Tambora dengan meletusnya Gunung Krakatau yang terjadi 68 tahun setelahnya, atau tepatnya di tahun 1883. Smithsonian National Museum of Natural History menyebut, kekuatan letusan Gunung Tambora adalah 4 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan letusan Gunung Krakatau. Energi yang dihasilkan dari letusan Gunung Tambora setara dengan kekuatan 171.500 unit bom atom.
Kerajaan yang Hilang saat Letusan Gunung Tambora
Tentu banyak imbas memilukan yang disebabkan oleh letusan ini. Salah satunya adalah peradaban Tambora yang terkubur selamanya. Melansir buku Bencana & Peradaban Tambora 1815 yang diproduksi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekad yang hilang. Namun, menurut data lain yang diinformasikan LIPI, ada satu kerajaan lain yang juga terkubur, yakni Kerajaan Sanggar.
Kini Gunung Tambora menjadi salah satu gunung favorit para pendaki. Meskipun sempat ditutup pada 24 Januari 2022, jalur pendakian Tambora dibuka kembali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 5 April 2022. Ada 4 jalur pendakian resmi yang bisa diakses masyarakat, yakni Piong dan Kawinda Toi di Kabupaten Bima, serta jalur Doro Ncanga dan Pancasila yang ada di Kabupaten Dompu.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait