MATARAM, iNews.id - Korban pencabulan dua pimpinan Pondok Pesantren di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga kini tercatat 41 santriwati. Polres Lotim pun meminta para korban tidak takut untuk melapor.
“Kami berharap santriwati yang merasa jadi korban pelecehan seksual segera melapor. Tidak usah takut, karena kami sudah koordinasi dengan LPSK untuk persoalan perlindungan korban dan saksi,” kata Kapolres Lotim, AKBP Hery Indra Cahyono, Selasa (23/5/2023).
Hery menduga masih ada korban lain. Dia pun berharap apabila ada yang merasa menjadi korban, pihaknya mempersilakan agar melaporkan ke kepolisian. Untuk persoalan perlindungan korban dan saksi, hal tersebut akan menjadi bagian dari koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Untuk kasus di ponpes wilayah Sikur, tersangka berinisial HSN yang diduga seorang pimpinan pondok pesantren. Demikian juga dengan kasus di ponpes wilayah Kotaraja, tersangka yang diduga pimpinan ponpes berinisial LM.
Hery pun menyampaikan bahwa kedua tersangka diduga menjalankan modus kejahatan seksual dengan bujuk rayu agar korban mau berhubungan intim.
“Tiga korban ini dibujuk rayu oleh kedua tersangka akan masuk surga jika menuruti melayani hawa nafsu mereka,” katanya.
Dengan terungkap modus demikian, kedua tersangka pun kini ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Juncto Pasal 76D Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Terkait dengan penanganan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati di wilayah Sikur, Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram Joko Jumadi sebelumnya menyampaikan bahwa pihaknya mencatat sedikitnya ada belasan santriwati yang menjadi korban dari tersangka HSN. Bahkan, dia menunjukkan adanya bukti berupa grup komunikasi dalam media sosial WhatsApp yang sebagian anggotanya korban.
"Di grup WhatsApp itu, yang anggotanya sekitar 30 orang, itu sebagian di antaranya menjadi korban juga, tetapi yang berani bicara dan jadi saksi itu hanya satu. Kenapa begitu, karena ini soal keamanan," ujarnya.
Editor : Nani Suherni
Follow Berita iNewsNTB di Google News