7 Fakta Tentang Kakek Cabul di Mataram, yang Terakhir Mesum Banget

MATARAM, iNews.id – Tindakan seorang kakek cabul di Kota Mataram yang diduga memperdaya banyak mahasiswi memunculkan sejumlah fakta. Modus yang digunakan oleh kakek ini membuat sejumlah mahasiswi pun menjadi korban perkosaan.
Tim iNews.id menghimpun sejumlah fakta dari keterangan Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram Joko Jumadi.
1-Kasus asusila ini diperkirakan sudah berjalan cukup lama. Menurut keterangan korban, kasus ini dimungkinkan terjadi sejak 5 tahun lalu. Namun, baru beberapa waktu terakhir ada korban yang berani bersuara
2-Pelaku menyebut memiliki jabatan sebagai akademisi pada sebuah kampus negeri di Kota Mataram. Dengan posisi tersebut ia meyakinkan korbannya dapat membantu skripsi dan menyelesaikan akademiknya. Dari hasil pengecekan, pria tua ini hanya lulusan PGA atau setingkat SMA.
3-Banyak memakan korban, karena pola pendekatan para mahasiswi ini seperti multi level marketing (MLM). Bercerita tentang segala kelebihan pria tua ini. Seolah tanpa sadar, semua korban saling memperkenalkan.
4-Korban kakek mesum ini disebut tak hanya berasal dari satu kampus. Gadis-gadis muda dari beberapa kampus swasta di Kota Mataram pun terpedaya oleh muslihatnya. Saat ini tengah ditelusuri keseluruhan jumlah korban.
5-Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda NTB untuk ditindaklanjuti. Ada 10 korban, 5 di antaranya mengaku telah diperkosa mereka sudah mengadu ke BKBH Universitas Mataram.
6-Antara satu korban dengan korban yang lain tidak tahu bila mereka menjaid korban pelecehan seksual. Setelah melapor ke BKBH Universitas Mataram mulai terkuak jumlah korbannya.
7. Dalam melancarkan aksinya, selain mengaku sebagai akademisi, ia menyebut sebagai dukun. Dapat mengobati segala macam penyakit, salah satunya kemandulan. Setelah terpedaya, maka korban diberikan minuman. Diduga minuman ini telah dicampur obat perangsang, korbannya pun seperti terhipnotis. Bagian vitalnya leluasa dipegang oleh kakek ini. Setelah itu ia menggauli korban.(*)
Editor: Febrian Putra