Kadistanbun NTB Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Korupsi Benih Jagung 2017

Begitu juga dengan legalitas penyalur benih jagung sebagai pemenang lelang yang mengerjakan proyek tersebut, Husnul mengatakan bahwa hal itu di luar kewenangan pihaknya.
"Kita tidak tahu soal bagaimana proses munculnya perusahaan penyalur itu. Kan itu semua ada di ULP (unit layanan pengadaan), prosesnya ada di sana," kata Husnul.
Dalam kasus ini, Kejati NTB sudah menemukan indikasi korupsi seperti yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Indikasi tersebut tidak sesuai spesifikasi benih yang diajukan para kelompok tani. Meskipun bersertifikat tetapi sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.
Bahkan menurut hasil temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, ada 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak.
Munculnya temuan itu pun menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Pada proses tersebut, sejumlah pejabat pertanian di NTB dan pelaksana proyek pernah memberikan klarifikasi. Mereka memberikan klarifikasinya kepada tim dari Kejagung RI yang berlangsung di Kota Mataram pada Oktober 2019.
Tepat setahun lamanya, Oktober 2020 Kejagung RI melimpahkan penanganan lanjutannya ke Kejati NTB. Penanganannya diserahkan ke Kejati NTB berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan kasusnya naik ke tahap penyidikan.
Kejati NTB yang mendapatkan kepercayaan dari Kejagung RI untuk melanjutkan penanganannya ini pun ditanggapi dengan cukup serius. Hal itu terlihat dari pembentukan empat tim penyidik jaksa. Mereka bekerja dengan arahan langsung dari Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Gunawan Wibisono.
Editor: Nani Suherni