Kisah Inspiratif Pekerja Migran, Ikuti Prosedur, Pulang Kampung Bawa Modal Usaha
Dia pun mengakui investasi tersebut didapatkan dari upah merambah buah sawit selama empat tahun di Sime Darby Plantation.
Bayangkan dalam sebulan, dia bisa mengantongi belasan juta. Dapat dikatakan lebih dari kata cukup untuk penghasilan Aweng yang masih muda.
"Sekarang dapat (upah) 4.000 RM (Ringgit Malaysia)," katanya.
Bagi dia, upah merambah sawit masih terbilang kecil dibandingkan rekan seperantauan di Malaysia yang berprofesi sebagai mandor atau pun sopir angkutan buah sawit.
Seperti cerita Sibawaeh, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kopang, Kabupaten Lombok Tengah. Sibawaeh yang sudah beristri dengan tiga anak ini bekerja di perkebunan sawit milik Koperasi Ladang Berhad, Malaysia.
Upah yang dia dapatkan dalam keahliannya sebagai sopir angkutan buah sawit dibayar dalam hitungan harian. Satu kali angkut, Sibawaeh dapat bayaran 40 RM. Dalam sehari, Sibawaeh bisa lima kali mengangkut hasil panen.
Tak berbeda dengan Aweng, Sibawaeh mengelola baik upah yang dia dapatkan selama bekerja di Malaysia. Niatnya bekerja memang untuk modal hidup di Lombok.
"Jadi saya yang cari modal, istri di kampung yang kembangkan," katanya.
Tiga tahun bekerja di Koperasi Ladang Berhad, Sibawaeh merasa cukup. Meskipun sudah merasa nyaman dibandingkan bekerja di perkebunan sawit sebelumnya, dia pun membulatkan niat tahun depan pulang kampung.
"Cukup sudah. Saya mau pulang, kira-kira lima bulan lagi. Garap tanah yang saya beli. Bantu istri juga jualan sembako," katanya.
Cerita Aweng dan Sibawaeh ini memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan PMI di Negeri Jiran Malaysia yang bekerja secara prosedural. Upah seperti mereka pun bergantung dari produktivitas perusahaan
Editor: Nani Suherni