MATARAM, iNews.id – Polisi mengungkap alasan YouTuber asal Lombok Tengah berinisial SH tersangka kasus pembakaran kitab tafsir Alquran. Dari hasil pemeriksaan, tersangka berdalih membakar kitab tafsir tersebut agar umat Islam tidak belajar agama dari kitab tersebut.
"Menurut pemikiran pribadi dia, Islam itu harus kembali ke Al Quran, itu yang jadi motivasi dia membuat video seperti itu," ungkap Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, Iptu Redho Rizky, Rabu (14/9/2022).

Jadi Tersangka, YouTuber Pembakar Kitab Tafsir Alquran Dijerat Pasal Berlapis
Dia mengatakan, tersangka mengakui bahwa dirinya mengunggah video demikian dengan mempercayai umat Islam tidak belajar dari kitab tafsir Alquran.
Terkait dengan peran dua rekan SH yang ikut tampil dalam video pembakaran tersebut, Redho mengatakan, keduanya masih berstatus saksi.

Kasus Pembakaran Kitab Tafsir Alquran, Pemilik Akun YouTube Jadi Tersangka
“Penyidik masih mendalami peran masing-masing saksi dari serangkaian pemeriksaan,” ucapnya.
Video pembakaran kitab tafsir Al Quran itu tayang pada kanal YouTube Habib Fitria pada 28 Agustus 2022. Dalam video tersebut, SH bersama dua rekannya mempertontonkan aksi pembakaran tafsir Alquran.
"Jadi, tersangka ini pemilik akun YouTube, dia yang unggah video dan dia yang berbicara membagikan isu SARA melalui kanal miliknya," kata Redho.
Dia menambahkan, penetapan SH sebagai tersangka, sudah melalui serangkaian penyidikan. Salah satu alat bukti yang menguatkan penetapan SH sebagai tersangka, itu muncul dari keterangan ahli.
"Itu ahli dari bidang pidana, Kementerian Kominfo soal Undang-Undang ITE, dan juga dari MUI (Majelis Ulama Indonesia)," ujarnya.
Sebagai tersangka, SH disangkakan Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk diketahui, Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu mengatur soal ujaran kebencian yang menimbulkan SARA.
Ancaman pidana dari sangkaan tersebut, tersirat dalam Pasal 45 Ayat 2 UU Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Editor: Kastolani Marzuki













